Kunjungan

Minggu, 21 Agustus 2016

JALAN PANJANG DIFABEL 
MENG-AKSES 'JAMKESUS' Bag. 1
     Jaminan Kesehatan Khusus (JAMKESUS) adalah jaminan kesehatan untuk difabel yang mencakup pengobatan, perawatan dan alat bantu yang disediakan oleh pemerintah DIY berdasarkan Perda No. 4/2012 dan Pergub No. 51/2013.
     Selama ini teman-teman difabel cukup bersenang hati dengan adanya Jamkesus. Tetapi sebenarnya ada masalah besar yang mengintip dibaliknya, apa itu?. Peserta Jamkesus harus 'miskin dan/atau rentan miskin'. Teman-teman peng-Organiser Difabel di lapangan sering kali merasa kebebanan moral karena hal ini. Tidaklah mungkin kalo teman-teman pengurus Organisasi Difabel akan memasukkan Difabel hanya mereka yang miskin dan rentan miskin saja. Bagaimana tanggung jawab moral sebagai pengurus atau koordinator difabel di wilayahnya kepada teman-teman difabel semua. Suara protes, sanggahan kepada penyelenggara pemerintah yang terkait jamkesus sebenarnya sudah berkali-kali disampaikan. Ini semata-mata untuk memahamkan bahwa semua Difabel itu butuh Jaminan Kesehatan yang berkualitas  bukan hanya difabel miskin dan rentan miskin.
      Hal inilah yang menjadi salahsatu pokok bahasan pada Diskusi Mendorong penyederhanaan penyelenggaraan Jamkesus yang dilakukan oleh Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas DIY dengan beberapa Organisasi Difabel (OPD) di DIY. Untuk lebih lanjutnya berikut intisari diskusi diatas tentang aspek 'Telaah per-Undang-undangannya' dan 'Alasan-alasan Difabel Harus mendapat Jaminan Kesehatan'

     Siapa sih yang dijamin dalam Jamkesus?

        Terdapat peraturan yang saling bertabrakan mengenai siapa saja yang dijamin melalui program Jamkesus, apakah semua difabel atau hanya difabel miskin dan rentan miskin saja?

o   UU No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Pasal 62 Ayat 3: “Pemerintah menjamin pelayanan kesehatan bagi Penyandang Disabilitas dalam program jaminan kesehatan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

o  UU No. 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak Hak Penyandang Disabilitas Pasal 25, Bagian (a): “Menyediakan bagi penyandang disabilitas, program dan perawatan kesehatan gratis atau terjangkau, kualitas dan standar yang sama dengan orang lain, termasuk dalam bidang kesehatan seksual dan reproduksi serta program kesehatan publik berbasis populasi”

o   UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN

Pasal 14 Ayat (1): “Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”

Ayat (2) Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

o   Perda No. 4/ 2012

Pasal 55 Ayat (2) Penyandang Disabilitas miskin dan rentan miskin mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan sesuai ketentuan jaminan kesehatan yang berlaku.

Ayat (3) Penyandang Disabilitas miskin dan rentan miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijamin dengan jaminan kesehatan khusus.



          Semua difabel dari strata ekonomi apapun seharusnya dijamin dalam  Jamkesus (untuk perawatan kelas 3), dengan alasan sebagai berikut:

o   Alasan Filosofis; berdasarkan azas kemanusiaan

o   Alasan Yuridis; UU No. 19 Tahun 2011

(Perlu adanya keberanian dari pembuat keputusan di DIY untuk membuat pasal yang menyatakan bahwa UU Khusus Disabilitas (dalam hal ini UU No.19/2011) dapat mengabaikan UU Umum (UU No. 40/2004)

o   Alasan Sosiologis;

1.  Hampir seluruh penyandang disabilitas memiliki kerentanan terhadap berbagai penyakit dan masalah kesehatan seperti infeksi saluran kemih, luka tekan, diabetes, dsb

2. Sebagian besar penyandang disabilitas mengalami ketergantungan dan resiko ketergantungan atas layanan atau perawatan medis (seperti obat dan fisioterapis), sehingga menyebabkan rentan miskin dan/ atau sebagian besar pendapatan digunakan untuk perawatan medis

3.  Sebagian difabel tidak digolongkan miskin dan rentan miskin karena tinggal dengan saudara yang cukup mampu, padahal dirinya sendiri tidak memiliki pendapatan tetap dan membutuhkan pengeluaran medis dan penunjang yang terus menerus

4.  Indikator sosio-ekonomi yang digunakan BPS saat ini belum mempertimbangkan kondisi disabilitas dan biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh keluarga atau penyandang disabilitas terkait dengan kondisi tersebut, misalnya difabel yang memakai motor roda 3 tidak bisa dikategorikan kaya, karena sepeda motor tersebut terhitung sebagai kaki bagi dirinya.

 

Diskusi antara Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas DIY dan beberapa perwakilan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) di DIY, Sabtu 13 Agustus 2016 di Kantor Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas DIY

Senin, 08 Agustus 2016



Antara Lea dan Lia

Ba'do Maghrib (Setelah waktu Maghrib) sahabatku Lia datang ke rumah untuk mengantar beberapa kelengkapan penunjang kegiatan Organisasi Difabel Mlati (ODM).
Lia seorang Difabel Tuli warga Desa Sinduadi. Desa yang masih masuk dalam wilayah Kecamatan Mlati Sleman. Kedatangan Lia disambut hangat Azzalea (My Little Girl). Walau awalnya malu-malu sama seperti ketika bertemu dengan orang yang baru, tapi dia mencoba mengakrabkan diri dengan mencari perhatian Lia. Ia mulai sering menanyakan sesuatu, memberikan ballpoint dan hal yang lainnya. Hanya saja kali ini ekspresi wajahnya agak berbeda. Sekilas ia tampak bingung,lalu terlihat kalo dia sedang mengamati atau mungkin merasa ragu ketika melihat cara komunikasi Lia kepadanya dan kepadaku yang berbeda dengan biasanya. Akupun awalnya agak kesulitan ketika berkomunikasi dengan Lia. Tetapi lambat laun dengan seringnya kami bertemu dan berkomunikasi hal itu tidak lagi menjadi hambatan utama, karna cukup terbantu dengan kemampuan Lia membaca gerak bibirku.
Singkat cerita Lia pamit pulang. Kami pun mengantarnya sampai pintu dan melambaikan tangan ketika motornya mulai menjauh dari rumah. Setelah itu kucoba jelaskan pada Lea kalau Lia berbicara dengan cara yang berbeda karena pendengarannya tidak seperti kita. Ia terlihat mencerna penjelasanku. Kemudian Lea merespon dengan mengatakan " Abah, Mbak Lia harus mimik air putih yang banyak. Biar pendengarannya jadi sehat ". (Aku senyum campur Bengong....).
Oh... jadi inget..... tiap Lea bangun pagi bundanya sering bilang " Lea... kalo baru bangun pagi mimik dulu ya, biar sehat"